BAB
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fisiologi adalah adalah turunan
biologi yang mempelajari bagaimana kehidupan berfungsi secara fisik dan
kimiawi.Istilah ini dibentuk dari kata Yunani Kuna physis,
"asal-usul" atau "hakikat", dan logia, "kajian".Fisiologi
menggunakan berbagai metode ilmiah untuk mempelajari biomolekul, sel, jaringan,
organ, sistem organ, dan organisme secara keseluruhan menjalankan fungsi fisik
dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan (Hariyadi, 2005).
Fisiologi hewan air adalah Ilmu yang
mempelajari fungsi, mekanisme dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel dari
suatu organisme (ikan sebagai hewan air). Termasuk dalam Fisiologi Hewan Air
adalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan (adaptasi), Metabolisme, Peredaran
darah, Respirasi, Reproduksi dan Pengambilan makanan (nutrisi) (Fujaya,2008).
Air
merupakan media hidup organisme akuatik yang variabel lingkungannya selalu
berubah baik harian, musiman, bahkan tahunan. Kondisi lingkungan yang selalu
berubah tersebut akan mempengaruhi proses kehidupan organisme di dalamnya khususnya
ikan. Air sebagai lingkungan tempat hidup ikan harus mampu mendukung kehidupan
dan pertumbuhan ikan tersebut (Fujaya,
2008).
Tubuh
ikan dapat merespon perubahan lingkungan karena dilengkapi alat penerima
rangsang (indera), baik fisik maupun kimia. Misalnya mata, bertugas untuk
menentukan perubahan cahaya, linea
lateral merekam perubahan arus dan gelombang, telinga dalam merekam
perubahan arah dan gravitasi, indera pembau dan pengecap. Perubahan lingkungan
yang direkam alat indra tersebut dilaporkan ke otak untuk selanjutnya dilakukan
penyesuaian dengan cara perubahan tingkah laku atau metabolisme untuk mengatasi
gangguan keseimbangan (Fujaya, 2005).
Lingkungan perairan tempat
ikan yang dibudidayakan tumbuh dan berkembang biasa disebut dengan media. Media
yang dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan budidaya ikan ada beberapa
persyaratan-persyaratan agar ikan dapat tumbuh dan berkembangbiak pada wadah
yang terbatas tersebut. Dalam menghitung atau mengukur kualitas air pada suatu
perairan maka data-data atau parameter yang biasanya diukur adalah keasaman
(pH), oksigen terlarut, suhu, dan lain sebagainya. Derajat keasaman
air merupakan faktor pembatas pada pertumbuhan jasad renik dan juga ikan (Gusrina,
2008).
Perubahan pH
yang terjadi dapat mempengaruhi siklus kehidupan biota yang ada diperairan
termasuk ikan. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH,
untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak
terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006).
1.2. Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini adalah mengamati respon ikan terhadap perubahan pH
lingkungan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah
agar praktikan dapat mengetahui sejauh mana ikan dapat bertahan hidup dan
mengetahui perbandingan asam,basa, dan netral.
BAB
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin
(Pangasius sp)
Adapun sistematika ikan Patin (Pangasius sp) menurut Saanin (2003), yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
phylum : Chordata
sub phylum : Vertebrata
class : Pisces
sub class : Teleostei
ordo : Ostariophysi
sub Ordo : Siluroidei
family : Schilbeidae
genus : Pengasius
spesies : Pangasius sp
sub phylum : Vertebrata
class : Pisces
sub class : Teleostei
ordo : Ostariophysi
sub Ordo : Siluroidei
family : Schilbeidae
genus : Pengasius
spesies : Pangasius sp
Ikan patin memiliki warna
tubuh putih agak keperakan dan punggung agak kebiruan, bentuk tubuh memanjang,
kepala relatif kecil, pada ujung kepala terdapat mulut yang dilengkapi dua
pasang sungut yang pendek. Pada sirip punggung memiliki sebuah jari-jari
keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah
belakangnya. Sirip ekor membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin
tidak mempunyai sisik, sirip dubur relatif panjang yang terletak di atas
lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip perutnya
memiliki enam jari-jari lunak. Memiliki sirip dada 12-13 jari-jari lunak dan
sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil,
di bagian permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran
kecil (Saanin, 2003).
Ikan Patin nama Inggrisnya Catfish, yang termasuk dalam Famili Pangasidae, Ikan Patin bersifat nocturnal (lebih banyak melakukan
aktivitas di malam hari), juga sifatnya yang Omnivora (pemakan segala macam
makanan), antara lain cacing, serangga, udang, ikan yang kecil–kecil dan biji–bijian
, bahkan sabun detergen batangan (Affandi, 2001).
Ikan Patin, termasuk ikan
dasar, dapat terlihat dari bentuk mulutnya yang terletak lebih kebawah, dan
habitat ikan ini di sungai–sungai besar , dan muara– muara sungai, dan tersebar
di Indonesia, Myanmar dan india (Affandi, 2001).
Banyak kerabat Ikan Patin ini yang termasuk dalam keluarga
Pangasidae ini, antara lain yang tersebar di Indonesia pada umumnya memiliki
ciri–ciri bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik atau ada yang
bersisik sangat halus, mulutnya kecil dan ada sungutnya berjumlah 2-4 pasang
yang berfungsi sebagai alat peraba, terdapat Patil/panting pada sirip
punggungnya juga sirip dadanya, sirip duburnya panjang dimulai dari belakang
dubur hingga sampai pangkal sirip ekor (Affandi, 2001).
2.2. Habitat dan Penyebaran Ikan Patin
Habitat dan penyebaran ikan patin (pangasius sp) dimana patin tidak pernah ditemukan di daerah payau atau di air
asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk,
sawah yang tergenang air (Affandi, 2001).
Habitat atau lingkungan hidup ikan patin
banyak ditemukan di perairan air tawar, di dataran rendah sampai sedikit payau.
Penyebaran ikan patin di Indonesia berada di Pulai Jawa, Sumatera, Sulawesi dan
Kalimantan. Ikan patin secara alami berada di perairan umum, namum seiring
dengan semakin banyaknya petani yang membudidayakan ikan patin ini,
pemeliharaan ikan patin banyak dilakukan di kolam-kolam buatan (Affandi,
2001).
2.3. Kebiasaan
Makan
Kebiasaan makan ikan (food habits) adalah kualitas dan
kuantitas makanan yang dimakan ikan. Kebiasaan makan ikan diperlukan untuk
mengetahui gizi alamiah ikan tersebut sehingga dapat dilihat hubungan ekologi
diantara organisme diperairan itu, misalnya bentuk– bentuk pemangsaan, saingan
dan rantai makanan. Jadi makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi
populasi pertumbuhan dan kondisi ikan. Jenis makanan dari spesies ikan biasanya
tergantung umur, tempat dan waktu (Affandi, 2001).
Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau nocturnal. Ia termasuk ikan ikan dasar . Secara fisik memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan demersal lain seperti lele dan ikan gabus. Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan renik yang terdiri dari cacing, serangga, udang sungai, jeni–jenis siput dan biji–bijian juga. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang besar (Affandi, 2001).
Ikan patin mempunyai
kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder).
Berdasarkan jenis pakannya, ikan patin digolongkan sebagai ikan yang bersifat omnivora
(pemakan segala). Namun, pada fase larva, ikan patin cenderung bersifat karnivora. Pada saat larva, ikan patin bersifat
kanibalisme atau bersifat sebagai pemangsa. Oleh karena itu, ketika masih dalam
tahap larva, pemberian pakan tidak boleh terlambat (Affandi,
2001).
2.4. Kualitas
Air
Air merupakan media
hidup bagi ikan dimana di dalamnya mengandung berbagai bahan kimia lainnya,
baik yang terlarut dan dalam bentuk partikel. Kualitas air bagi perikanan
didefenisikan sebagai air yang sesuai untuk mendukung kehidupan dan pertumbuhan
ikan, dan biasanya hanya ditentukan dari beberapa parameter. Unsur kualitas air
yang paling berpengaruh terhadap kehidupan ikan antara lain suhu, oksigen
terlarut (DO), keasaman (pH) dan kesadahan (Subani, 2000).
Kualitas
air sangat berhubungan erat dengan kelangsungan hidup ikan patin di bak pendederan.
Parameter kualitas air yang baik untuk dilakukannya budidaya ikan patin. (Subani, 2000).
2.4.1. Suhu
Setiap spesies mempunyai kisaran suhu yang berbeda, maka bila terjadiperubahan di luar kisaran suhu tersebut akan membuat ikan stess bahkan bisamengakibatkan kematian. Suhu yang lebih tinggi dari kisaran suhu optimal akanmeningkatkan toksisitas dari kontaminan terlarut yang kemudian meningkatkanpertumbuhan dari patogen, menurunkan konsentrasi oksigen terlarut,meningkatkan konsumsi oksigen dari peningkatan suhu tubuh, serta meningkatkanlaju metabolisme. Sebaliknya suhu yang lebih rendah dari kisaran suhu optimumakan mengakibatkan respon imunitas menjadi lebih lambat, mengurangi nafsumakan, aktifitas dan pertumbuhan .
Demikian juga
diungkapkan oleh Effendi (2000) bahwa suhu airberpengaruh tehadap aktifitas
penting terutama pernafasan, reproduksi serta lajumetabolisme. Secara umum
fluktuasi suhu yang membahayakan bagi ikan ialah 50C dalam waktu 1
jam. Untuk transportasi jarak jauh dan lama (lebih dari 24 jam)oksigen harus
selalu tersedia dan suhu tidak boleh melebihi 280C, adapun suhuyang
ideal untuk transportasi ikan tropis adalah 20-24oC. Suhu
pemeliharaan ikanpatin umumnya berkisar antara 26,5-28oC untuk
pembesaran dan29-32oC untuk pembenihan (Effendi,2000).
2.4.2. Derajat Keasaman (pH).
Aktifitas ikan patin yang
memproduksi asam dari hasil proses metabolisme dapat mengakibatkan penurunan pH
air, kolam yang lama tidak pernah mengalami penggantian air akan menyebabkan
penurunan pH, hal ini disebabkan karena peningkatan produksi asam oleh ikan patin
yang terakumulasi terus-menerus didalam kolam dan ini dapat menyebabkan daya
racun dari amoniak dan nitrit dalam budidaya ikan nila akan meningkat lebih
tajam. pH yang sesuai agar pertumbuan ikan patin optimum adalah pada pH 6 – 7 (Subani, 2000).
2.4.3. Oksigen
Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter kualitas air yang penting. Kekurangan oksigen biasanya merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah besar. Mempertahankan kondisi DO dalamkisaran normal akan membantu mempertahankan kondisi ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu rendah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan ikan seperti anoreksia, stres pernafasan, hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian.Bobot ikan dan suhu air merupakan faktor penting yang mempengaruhikonsumsi oksigen ikan dalam kaitannya dengan metabolisme selama transportasi.Ikan yang lebih berat dan yang diangkut menggunakan air yang lebih hangatmemerlukan oksigen yang lebih banyak. Apabila suhu air meningkat 10°C(misalnya dari 10°C menjadi 20°C), maka konsumsi oksigen akan meningkat 2 kali lipatnya. Oksigen terlarut di dalam mediatransportasi ikan harus lebih besar dari 7 mg/l dan lebih kecil dari tingkat jenuh,sebab kebutuhan oksigen akan meningkat pada saat kadar CO2 tinggi dan stres penanganan sehingga untuk persiapan disediakan dua kali kebutuhan normal. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuktransportasi ikan harus lebih dari 2 mg/l (Rianaya,2011).
Konsumsi oksigen tertinggi pada ikan
terjadi 15 menit pertama dari saat transportasi.Pada benih ikan patin siam,
tingkat konsumsi oksigen benih yang berukuran lebih besar cenderung lebih
tinggi dibandingkan benih ukuran yanglebih kecil namun bila berdasarkan tingkat
konsumsi oksigen perkilogram nya, benih yang berukuran lebih kecil memiliki
tingkat konsumsi oksigen yang lebih besar.(Rianaya,2011).
2.5. Sistematika dan Morfologi Ikan Sepat Siam (Trichogaster
pectoralis)
Sistematika
ikan Sepat
Siam (Trichogaster pectoralis) menurut Saanin (2003) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
ordo : Perciformes
famili : Osphronemidae
genus : Trichogaster
spesies :Trichogaster pectoralis
Ikan sepat siam yang mempunyai nama
ilmiah Trichogaster pectoralis. Ragam dari anabantidae ini mempunyai badan
memanjang. Bentuk tubuh pipih ke samping ,tinggi badan 2,2-3 kali panjang
setandar. Mulut kecil dan dapat di sembulkan. Jari-jari sirip perut yang
pertama mengalami modifikasi/perubahan menjadi filamen yang panjang hinga
mencapai ekor(Saanin,2003).
Warna badan
bagian pungug hijau kegelapan sedangkan pada bagian sebelah samping sisik
berwarna lebih terang. Pada bagian kepala dan badan terdapat garis-garis yang
melintang dan dari mata sampai ekor terdapat garis memanjang yang terputus.
Pada sirip dubur terdapat 2-3 garis hitam yang membujur. Ikan ini dapat
mencapai panjag mencapai 25cm (Saanin, 2003).
2.6. Habitat dan Penyebaran Ikan Sepat
Siam
Ikan sepat siam bukan merupan ikan asli dari
Indonesia melainkan dari Thailan. Di alam aslinya ikan ini menepaati rawa-rawa
yang PH rendah. Jadi tidaklah heran jika ikan ini dapat berkembang biak di
rawa-rawa Indonesia yang kisaran pHnya berkisar antara 4-9 (Sukiya, 2005).
Penyebaran
asli ikan ini adalah di wilayah Asia Tenggara, terutama di lembah Sungai Mekong
di Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam; juga dari lembah Sungai Chao Phraya.
Ikan ini diintroduksi ke Filipina, Malaysia, Indonesia, Singapura, Papua
Nugini, Sri Lanka, dan Kaledonia Baru(Sukiya, 2005).
Sepat
siam dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1934, untuk dikembangkan
pembudidayaannya di kolam-kolam dan sawah. Tahun 1937, sepat ini dimasukkan ke
Danau Tempe di Sulawesi dan sedemikian berhasil, sehingga dua tahun kemudian
ikan ini mendominasi 70% hasil ikan Danau Tempe. Saat ini sepat siam telah
meliar dan berbiak di berbagai tempat di alam bebas, termasuk di Jawa(Sukiya, 2005).
2.7. Kebiasaan Makan Ikan Sepat
Siam
Ada
kesamaan antara larva/ benih dengan ikan-ikan dewasa dari makan yang disukai
,sehinga akan memudahkan pemeliharaan ikan ini di kolam nantinya. Ikan-ikan
dewasa menyukai Zooplankton,sedangkan benih dan larva menyukai fitoplankton
yang ukuran dan komposisinya masih lmbut(Sukiya, 2005).
Golongan
zooplaktonyang sangat di sukai oleh ikan-ikan dewasa
cilliata,Rotifera,Cladocera,Copepoda. Selain itu juga ikan dewasa ini menyukai
tumbuhantinkat tinggi yang membusuk menjadi santapan yang meyenagkan bagi iakan
ini. Jika di perairan tempat hidupnya tersedia tumbuhan-tumbuhan tinkat tiggi
seperti kankung dan lemna akan di santapnya juga. Sedangkan golongan fitoplkton
yang sangat disukai oleh benih biasanya yang bernama
Bacillariphyceae.Cyanophyceae dan flagelata(Sukiya, 2005).
2.8. Kualitas
Air
Ikan sepat siam cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak
tinggi (800
m dpl) Kualitas air
untuk pemeliharaan ikan sepat siam harus
bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia
beracun, dan minyak/limbah pabrik. Debit air untuk kolam air tenang 8-15
liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan sepat siam tidak dapat
berkembang biak dengan baik di air arus deras.( Andrianto,
2005).
Air yang digunakan dalam pembesaran
ikan sepat siam besaral dari aliran air sungai dan campuran dari air hujan.
Pengelolaan kualitas air yang digunakan yaitu dengan cara penanganan terhadap
air serta pengecekan parameter kualitas air dengan menggunakan alat ukur
kualitas air seperti termometer untuk mengukur suhu, DO meter sebagai pengukur
kandungan oksigen, pH meter untuk pengecekan pH, dan amoniak.( Andrianto,
2005).
2.8.1. Suhu
Suhu air juga sangat penting bagi kehidupan ikan
karena suhu air sangat berpengaruh terhadap kehidupan jasad renik
(mikroorganisme), sehingga dapat mempengaruhi kehidupan ikan. Jika suhu
berfluktuasi secara drastis, dapat berakibat buruk bagi pertumbuhan embrio
ikan. Suhu air dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan
lokasi(Lesmana,2001).
Air
mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga suhunya relatif
konstan dibandingan dengan suhu udara, perbedaan suhu air antara pagi hari dan
siang hari hanya 20 C. Suhu air akan mempengaruhi densitas/kepadatannya (dalam
gr/cm3). Perbedaan densitas air antara lapisan atas dan lapisan bawah dapat
menyebabkan terjadinya stratifikasi air menjadi 3 lapisan, yaitu epilimnion
(lapisan atas yang suhunya tinggi), hypolimnion (lapisan bawah yang dingin) dan
thermocline (lapisan antara keduanya yang suhunya turun drastis). Stratifikasi
air ini dipengaruhi oleh kedalaman kolam/tambak dan radiasi cahaya matahari.Suhu optimal
untuk ikan sepat siam antara 25-350 C. Oleh karena itu ikan sepat
siam cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi 800 m diatas
permukaan laut.(Lesmana, 2001).
2.8.2. Derajat
Keasaman (pH)
Ikan sepat
siam yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan
ikan yang sudah besar. Nilai pH air tempat hidup ikan sepat siam berkisar
antara 4-9. Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 6-7,5.(Andrianto, 2005).
2.8.3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah salah
satu faktor pembatas dalam kegiatan pembenihan karena fase ikan pada tahap ini
memiliki tingkat metabolisme dan kebutuhan yang tinggi. Konsentrasi kandungan
oksigen terlarut sebaiknya tidak boleh dibawah 4 ppm (Hargreaves dan
Trucker,2004).
Nilai oksigen di dalam pengelolaan kesehatan ikan
sangat penting karena kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan dapat mengakibatkan ikan stress sehingga mudah terserang penyakit.
Kebutuhan oksigen untuk tiap jenis biota air berbeda-beda, tergantung dari
jenisnya dan kemampuan untuk beradaptasi
dengan naik-turunnya kandungan oksigen. Kandungan oksigen terlarut yang baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan sepat siam sebesar 5 mg/l.
(Rianaya,2011).
2.9. Pengaruh pH Air terhadap kelangsungan hidup
Ikan
pH (singkatan
dari “ puisance negatif de H “ ), yaitu logaritma negatif
dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga pH perairan
dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu perairan. Pada
perairan perkolaman pH air mempunyai arti yang cukup penting untuk mendeteksi
potensi produktifitas kolam. pH Air yang agak basa, dapat mendorong proses
pembongkaran bahanorganik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat
diasimilasikan olehtumbuh tumbuhan (garam amonia dan nitrat). pH air pada
perairan yang tidak mengandung bahan organik dengan cukup, maka mineral dalam
air tidak akan ditemukan. Andai kata kedalam kolam itu kemudian kita bubuhkan
bahan organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan sebagainya dengan cukup,
tetapi kurang mengandung garam-garam bikarbonat yang dapat
melepaskan kationnya, maka mineral-mineral yang mungkin terlepas juga tidak
akan lama berada didalam air itu. Untuk menciptakanlingkungan air yang bagus,
pH air itu sendiri harus mantap dulu (tidak banyak terjadi pergoncangan pH air)
(Subani, 2000).
Keasaman
air atau yang populer dengan istilahpH air sangat berperan dalam kehidupan
ikan. Pada umumnya pH yang sangatcocok untuk semua jenis ikan berkisar antara
6,7 - 8,6. Namun begitu, ada jenis ikan yang karena hidup aslinya di rawa-rawa,
mempunyai ketahanan untuk tetap bertahan hidup pada kisaran pH yang sangat
rendah ataupun tinggi, yaitu antara 4- 9, misalnya ikan sepat siam. Sebagian
besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang
mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5-9. Untuk
sebagian besar spesies ikan air tawar pH yang cocok berkisar antara 6,5 – 7,5
sedangkan untuk ikan laut 8,3.Pada kolam budidaya fluktuasi pH sangat
dipengaruhi oleh proses respirasi, karena gas karbondioksida yang
dihasilkannya. Pada kolam yang banyak dijumpai alga atau tumbuhan lainnya, pH air
pada pagi hari biasanya mencapai angka kurang dari 6,5 sedangkan pada sore hari
dapat mencapai 8-9. Pada kolam dengan sistem resirkulasi, air cenderung menjadi
asam karena proses nitrifikasi dari bahan organik akan menghasilakan
karbondioksida dan ion hidrogen. Nilai pH air yang normal adalah netral, yaitu
antara pH 6 sampai pH 8. Air yang pH-nya kurang dari 7 bersifat asam, sedangkan
yangpH-nya lebih dari 7 bersifat basa. Tanah yang bersifat asam akan
mengakibatkanpelarutan dan ketersediaan logam berat yang berlebihan dalam
tanah. Perubahan pH yang sangat asam maupun basa akan mengganggu kelangsungan
hiduporganisme akuatik karena menyebabkan terganggunya metabolisme dan
respirasi(Subani, 2000).
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum Fisiologi Hewan Air ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Perikanan,
Program Studi Budidaya Perairan Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya
pada hari Rabu, 4
Maret 2015 pukul 14.30 WIB sampai dengan selesai.
3.2
Bahan dan Metoda
Tabel 1. Bahan yang digunakan dalam praktikum
No
|
Bahan
|
Spesifikasi
|
Fungsi
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Toples
Tisu
Kertas
Lakmus
Air
tawar
Ikan
patin
Ikan
sepat siam
NaOH
H2SO4
|
2
buah
1
buah
3
buah
2 liter
2
ekor
1
ekor
Secukupnya
Secukupnya
|
Sebagai
wadah pemeliharaan ikan Untuk membersihkan toples dan peralatan lainnya
Untuk
mengukur pH air
Media
pemeliharaan ikan
Bahan
uji percobaan
Bahan
uji percobaan
Untuk
menaikkan pH air
Untuk
menurunkan pH air
|
3.2.1.
Metoda
Adapun cara kerja dalam
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Bersihkan wadah yang akan digunakan
untuk lingkungan idup ikan.
2.
Isi toples dengan air 2 liter.
3.
Ukur pH awal air dengan menggunakan
kertas lakmus dan kemudian catat berapa pH-nya.
4.
Masukkan ikan kedalam toples yang telah
diisi dengan air yang memiliki pH 7, amati tingkah laku ikan selama 10 menit.
5.
Tambahkan NaOH sampai pH menjadi 9,
amati tingkah laku ikan selama 10 menit.
6. Tambahkan H2SO4
sampai pH menjadi 5, amati tingkah laku ikan selama 10 menit.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Hasil yang diperoleh
dari praktikum ini disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel
1.Hasil respon ikan terhadap perlakuan pH setiap dalam wadah toples
No
|
pH
|
Respon Ikan
|
Keterangan
|
||
Ikan Sepat
|
Ikan Patin
|
||||
1
|
3
|
Stres
|
Hiperaktif, sering
muncul ke permukaan
|
Stress,
pingsan
|
|
2
|
5
|
Normal
|
Awal stress, lalu melambat
|
Ikan
hidup
|
|
3
|
7
|
Normal
|
Normal
|
Ikan
hidup
|
|
4
|
9
|
Aktivitas normal
|
Aktivitas normal
|
Ikan
hidup
|
|
5
|
11
|
Ikan pasif
|
Ikan stress, overculum cepat
|
Ikan mati
|
|
Pada
percobaan pengamatan respon ikan terhadap perubahan pH ini ada beberapa langkah
yang digunakan yaitu dengan menambahkan larutan H2SO4 yang merupakan asam kuat
dan NaOH yang merupakan basa kuat. Pada percobaan ini, ikan diberikan respon
dengan kondisi yang dinaikkan yaitu mulai dari pH 3-11. Bisa kita lihat dari
tabel hasil bahwa ikan mampu bertahan pada kisaran pH 5-9, itu menunjukkan
bahwa kisaran pH yang bisa menjadi tempat hidup ikan berkisar 5-9. Ketika ikan
berada pada pH dibawah batasannya ikan akan pingsan. Semakin tinggi pH yang
diberikan, akan membawa dampak buruk bagi ikan. Hal yang terjadi biasanya ikan
mengalami stres sampai mati.
Tabel
2.Hasil respon ikan terhadap perubahan pH di dalam toples
No
|
pH
|
Respon Ikan
|
Keterangan
|
||
Ikan Sepat
|
Ikan Patin
|
||||
1
|
5
|
Stres
|
Stres
|
Ikan
hidup
|
|
3
|
7
|
Aktivitas normal
|
Aktivitas normal
|
Ikan
hidup
|
|
4
|
9
|
Stres
|
Stres
|
Ikan
hidup
|
|
Percobaan ini pH yang diberikan kedalam air tidak sebesar pada
percobaan pertama. Percobaan ini menggunakan pH dari 5-9. Menaikkan pH dapat
menggunakan larutan NaOH yang merupakan basa kuat. Pada percobaan ini, ikan
masih dapat bertahan hidup, karena ikan air tawar mampu bertahan hidup pada
kondisi kisaran pH dari 5-9. Kamampuan hidup ikan dalam perubahan pH tidak
sama, hal ini dapat terlihat dari percobaan yang dilakukan bahwa ikan patin
langsung lemas atau tidak begitu aktif dan mengalami stres saat kondisi pH
lingkungannya berubah.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. pH sangat berpengaruh pada kehidupan ikan.
2. Jika pH terlalu rendah,ikan akan pingsan.
3. Jika pH terlalu tinggi, ikan akan mengalai stres dan mati.
4. Ikan cenderung bisa bertahan pada pH rendah.
5. Ikan patin dan sepat siam memiliki respon yang berbeda terhadap pH.
5.2. Saran
Sebaiknya alat yang akan digunakan untuk praktikum disesuaikan dengan jumlah kelompok praktikan agar bisa menghemat waktu.
Mas boleh minta daftar pustaka nya tidak?
ReplyDeleteMaaf sebelumnya, andhiani saras sudah dapatkah daftar pustakanya?
DeleteTerima kasih ya mas atas ilmunya. namun bolehkah saya minta daftar pustakanya?
ReplyDeleteLumayan juga buat nambah ilmu mancing http://www.jualherbaldenature.com /
ReplyDeletetipus mana?
ReplyDelete